MAKALAH TENTANG
PENGERTIAN SYAHADAT TAUHID
DAN KEUTAMAANNYA
Dosen
Pengampu: IBI SATIBI, S.AG., M.AG.
Disusun oleh:
1. Susilawati (15830045)
2. Sukma thyra (15830060)
3. Devris El Farizi (15830072)
PRODI KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam
merupakan agama yang memiliki aturan, yakni dengan beriman kepada rukun islam
dan rukun iman, dari kedua rukun tersebut dapat dijadikan sebagai pondasi
kokohnya agama islam. Ketika bicara dengan keimanan maka erat kaitannya dengan
masalah keyakinan.
Di dalam
islam, tauhid merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh
semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari
hari. Syahadat dalam islam merupakan rukun pertama dan sebagai dasar bagi rukun
rukun lainnya. Syahadat adalah ikrar atau pernyataan tentang dasar-dasar
seorang hamba tentang ketauhidan Allah SWT dan keimanan.
Namun bila
kita melihat realita, keimanan dan ikrar hanyalah sebatas ungkapan yang tak
banyak artinya. oleh karena itu, implementasi tauhid dan syahadat di dalam
kehidupan sangat perlu untuk dipahami dan dipelajari lebih dalam, karena itulah
bukti nyata keimanan serta keyakinan seorang hamba meski disempurnakan lagi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa pengertian dari Syahadat Tauhid?
2. Apa
keutamaan dari Syahadat Tauhid?
3. Bagaimana
cara mengimplementasikan Syahadat Tauhid dalam kehidupan sehari-hari?
C.
TUJUAN
1. Memahami pengertian dari Syahadat Tauhid.
2. Mengetahui
keutamaan dari Syahadat Tauhid.
3. Mampu
mengimplementasikan Syahadat Tauhid dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tauhid
Tauhid (Arab :توحيد) dilihat dari segi Etimologis
yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah;
mengesakan Allah atau mengiktikadkan bahwa Allah SWT itu Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya.
Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang
artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau
kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan
akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang
berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT
sendiri didalam surat Al-baqarah:163 yang artinya :
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
B.
Macam-Macam Tauhid:
1. Tauhid
Rububiyyah
adalah keyakinan bahwa Allah-lah
satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta; bahwa Allah adalah Rabb,
Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah
keadaan mereka.
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1).
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1).
2. Tauhid
Uluhiyyah
adalah keyakinan bahwa Allah-lah
satu-satunya yang berhak disembah dan dimintaipertolongan.
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”(Qs. Al-Fatihah: 5).
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”(Qs. Al-Fatihah: 5).
3. Tauhid Al
Asma’ was Sifat
adalah keyakinan bahwa hanya Allah
yang memiliki nama dan sifat yang sesuai dengan yang Allah tetapkan bagi
diri-Nya dalam Al Qur’an dan hadits, yakni Asmaul Husna.
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180). Wallahu a’lam
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180). Wallahu a’lam
C. Pengertian Syahadat
Syahadat
berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida (شهد), yang
artinya ia telah menyaksikan. Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan
kepercayaan dalam keesaan Tuhan (Allah) dan Muhammad sebagai RasulNya.
Dalam penerapan syahadat dibagi menjadi 2 makna syahadat,yaitu:
1. Pengakuan Ketauhidan
Pengakuan ketauhidan berbunyi :
“ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH”
Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
Adapun keutamaan kalimat ‘LAA ILAHA ILLALLAH’
Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas mengatakan, “Kalimat Tauhid (yaitu Laa
Ilaha Illallah) memiliki keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa
dihitung.” Lalu beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keutamaan kalimat yang
mulia ini. Di antara yang beliau sebutkan:
Kalimat
‘Laa Ilaha Illallah’ merupakan harga surga
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar muazin mengucapkan
‘Asyhadu alla ilaha illallah’. Lalu beliau mengatakan pada muazin tadi,
{
خَرَجْتَمِنَالنَّارِ }
“Engkau
terbebas dari neraka.” (HR. Muslim no. 873)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
{
مَنْكَانَآخِرُكَلَامِهِلَاإِلَهَإِلَّااللهُدَخَلَالجَنَّةَ }
“Barang siapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah
‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud.. Dikatakan shohih
oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)
Seorang muslim hanya mempercayai Allah sebagai satu-satunya Allah dan tiada
tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi
motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Dengan mengikrarkan kalimat pertama,
seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allah sebagai tujuan,
motivasi, dan jalan hidup.
2. Pengakuan Kerasulan
Pengakuan
kerasulan berbunyi :
“WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH”
dan
aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.
·
Syarat mengakui syahadat kerasulan :
-
Syarat
Pertama: Mengakui kerasulan
beliau dan meyakininya di dalam hati.
-
Syarat
Kedua: Mengucapkan syahadat
tersebut, mengakuinya secara zhahir melalui lisan.
-
Syarat
Ketiga: Mengikuti beliau
dengan mengamalkan kebenaran yang beliau bawa, dan meninggalkan kebatilan yang
beliau larang.
-
Syarat
Keempat: Membenarkan apa yang
beliau kabarkan, berupa perintah dan larangan, serta perkara-perkara gaib di
masa lalu maupun masa datang, serta yang selain itu.
-
Syarat
Kelima: Mencintai beliau
dengan kecintaan yang lebih daripada kecintaan kita kepada diri kita sendiri,
daripada harta kita, orang tua kita, anak-anak kita, dan daripada seluruh
manusia.Dalilnya adalah: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata bahwa Rasululllah bersabda: , “Tidaklah beriman salah seorang di antara
kalian sampai aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh
manusia.” (HR Al Bukhari 15, Muslim 44).
-
Syarat
Keenam: Mengedepankan ucapan
beliau daripada ucapan seluruh manusia, siapa pun orang tersebut, serta
mengamalkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
C.
Tauhid, Syahadat dan Implementasinya dalam kehidupan
Konsep
awal dari tauhid adalah menempatkan Allah sebagai Rabb. Allah telah menciptakan
alam semesta sebagai khaliq (pencipta), dan kita adalah makhluq (yang
diciptakan). Sehingga, manusia harus tunduk pada penciptanya. Konsep ini
merupakan konsep paling pokok dalam aqidah, sehingga jika seseorang belum
mengimani hal ini ia tidak dapat dianggap sebagai seorang muaslim yang lurus.
Akan
tetapi, konsep tauhid dalam tataran yang lebih luas tidak cukup hanya dengan
membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid sejatinya memerlukan manifestasi
dalam realitas empiris.
Jika
tauhid kita artikan peng-esaan Tuhan, pengakuan kita bahwa Tuhan hanya ada
satu. Dan artinya kita hanya fokus kepada satu Tuhan, tidak lebih tidak kurang,
dan Dia tidak lain adalah Allah SWT. Salah satu aplikasi sosialnya adalah tidak
percaya akan peramal dan dukun, artinya kita hanya percaya bahwa Allah-lah yang
bisa memberikan pertolongan, bukan dukun, bukan pula peramal.Karena jika kita
tidak berpikiran demikian, maka berarti kita telah menduakan Dia sebagai Yang
Maha memberikan pertolongan.
Akan
tetapi, hal ini mulai terhapus dan dihapus pada masa ini, terutama bisa kita
lihat munculnya dukun-dukun entertainer yang sering muncul di televisi, entah
Mama laurent, Ki Bodo atau yang lainnya.
Tidak
bisa kita pungkiri jika saat ini banyak orang percaya bahwa Tuhan itu Esa,
mengaku bahwa Muhammad itu Nabi mereka, akan tetapi mereka tidak pernah
sekalipun melakukan penyembahan terhadapNya baik melalu shalat ataupun puasa
atau yang lainnya, mereka juga tidak peka terhadap kehidupan sekitarnya, mereka
tidak menghiraukan ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi didekatnya. Hal
ini menunjukkan bahwa Tauhid hanya menjadi pajangan hati saja, tanpa implikasi
sosial yang berarti.
Makna
ini juga mempunya sisi lain yang dapat dan harus kita implementasikan dalam
kehidupan sosial. Kesetiaan dan ketaatan adalah sebuah keniscayaan yang harus
kita miliki selama kita menginginkan kehidupan yang tentram. Karena hanya
dengan keduanya kita bisa menjalin relasi yang baik dengan orang lain, hanya
dengan keduanya kita bisa membangun kepercayaan orang lain terhadap kita. Kita
harus setia terhadap aturan dan hukum sosial yang ada, kita juga harus setia
dan taat terhadap segala janji yang kita ucapkan terhadap orang lain. Ini
adalah pondasi kita untuk menggapai kesejahteraan bersama sebagai mahluk yang
oleh Plato disebut Zoon Politicon atau mahluk yang bermasyarakat.
Jika
kita ingat sebuah perkataan Nabi yang menyatakan bahwa jika berjanji lalu kita
mengingkari, maka itu berarti kita masuk dalam golongan orang-orang munafik.
Maka sama dengan hal ini, jika kita tidak setia dan tidak taat terhadap janji
kita dalam ranah sosial, maka itu berarti bahwa kita “munafik sosial”.
Tapi,
lagi-lagi hal ini juga nampak mulai luntur dalam kehidupan masyarakat kita.
Pengingkarana dan penghianatan telah banyak dilakukan oleh banyak orang,
termasuk oleh para petinggi negeri yang megingkari janjinya dengan memakan uang
yang seharusnya tidak mereka makan. Pengingkaran tauhid sosial ini juga
dilakukan oleh para tullab—yang seharusnya jujur—dengan budaya “mengutip total”
alias plagiat bin copy-tempel tugas-tugas mereka, agar mendapatkan nilai bagus
yang mana hal ini juga berarti “musyrik” terhadap kewajiban utama mereka, krena
menduakan kewajiban mencari ilmu dengan mencari nilai.
Seharusnya,
dengan Tauhid Sosial tersebut, realita-realita menyedihkan di atas tidak
muncul, dengan Tauhid Sosial umat Islam seharusnya mempraktikkan nilai-nilai
Tauhid ke dalam realitas sosial secara benar. Seorang muslim tidak cukup hanya
menjalankan tauhid dengan meyakini bahwa Allah itu esa, tetapi juga harus
menjalankan perintahNya dan peka terhadap urusan kemanusiaan, sehingga muncul
keseimbangan antara ibadah dan perilaku sosial. Hal inilah yang disebut sebagai
amal shalih.
Sikap
tauhid merupakan sikap mental hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap
ini mudah berubah-ubah. Adapun hal-hal yang dapat mengurangi sikap tauhid,
yaitu:
1. Penyakit riya
Kelemahan ini pun
disinyalir oleh Allah sendiri didalam Al-Qur’an sebagai peringatan bagi
manusia. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya proses
terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapatkan kegagalan lekas
berputus asa. Bila mendapatkan kemenangan cepat menepuk dada”. (Al-Ma’aarij:
19-21)
2. Penyakit ananiah (egoism)
Kemungkinan kedua
bagi mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap riya ialah manusia
menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan
diri sendiri. Namun sifat ini tidak akan tumbuh didalam pribadi yang mau
beribadah ihsan dan khusyu.
3. Penyakit takut dan bimbang
Rasa takut ini
biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum terjadi. Adapun
cara mengatasi rasa takut ini ialah dengan tawakal’alallah artinya mewakilkan
perkara yang kita takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan
pemecahan masalah tersebut.
4. Penyakit Zhalim
Zhalim artinya
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak
semestinya.
5. Penyakit hasad atau dengki
Hasad tumbuh dihati
seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini
biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling
berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain
yang kebetulan lebih beruntung, ia merasa tersaingi.
Di
era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global, seorang muslim
harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan dan pengaruh
global yang datang banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-tauhid.
Manakala seorang muslim dihadapkan pada kesenangan dunia sebagai muatan dunia
kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng untuk mempertahankan diri dari arus
negative globalisasi tersebut.
Syahadat
dalam Islam merupakan rukun pertama dan sebagai dasar atau asas bagi rukun-rukun
lainnya. Syahadat merupakan pernyataan atau ikrar seorang hamba atas apa yang
diimaninya, atau juga sebagai ikrar dari persaksian seorang hamba atas
ketuhanan Allah Swt dan Muhammad bin Abdullah sebagai utusan-Nya dan meniadakan
sifat ketuhanan atas selain Allah. Oleh sebab itu pembahasan tentang syahadat
sudah barang tentu didalamnya membahas tentang iman yang berarti membahas pula
tentang aqidah. Berbicara tentang syahadat, berarti pula berbicara tentang
dasar-dasar ajaran islam, tentang ketauhidan, dan tentang keimanan.
Akan
tetapi bukan berarti bahwa syahadat itu merupakan pekerjaan hati semata, karena
syahadat tergolong dalam ketentuan syara’, yakni sebagai rukun Islam yang
pertama, maka konsekwensinya adalah dilakukan sebagaimana rukun-rukun islam
yang lainnya.
Aqidah
jelas merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada
sesuatu. Sebagai pernyataan keimanannya tentu harus mengucapkan dua kalimat
syahadat sebagai keabsahan bahwa ia telah memeluk islam. Konsekwensinya adalah
bahwa setiap orang yang akan masuk Islam diwajibkan terlebih dahulu mengucapkan
dua kalimat syahadat. Tujuannya agar setiap muslim melakukan amalnya
berdasarkan pada makna dua kalimat syahadat dan dalam setiap tindakannya akan
disertai keikhlasan, kejujuran, rendah hati, dan berkeadilan. Dengan demikian
orang yang mengamalkan rukun pertama adalah orang yang bertakwa kepada Allah
SWT.
Sehingga
semua amalan yang kita lakukan pada intinya bertujuan untuk menjaga agar tetap
dalam kesaksian kita bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba
dan utusannya. Keyakinan inilah yang harus kita pertahankan hingga mati
menjemput raga kita semua, sedangkan amal kita masih terhalang oleh banyak hal
yang berkaitan dengan kebendaan kita selama hidup di dunia.. Persaksian inilah
yang akan ditanyakan nanti di alam kubur sebagai pintu pertama seseorang
mempertanggungjawabkan keimanannya di depan Allah, yakni tiada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Pada
hakikatnya hidup kita ini merupakan kesaksian diri kita pada adanya Allah
sebagai pencipta alam raya dan sebagai Tuhan kita, kesaksian diri kita pada
Dzat yang telah menunjukkan manusia pada jalan kebenaran melalui para rasulnya,
kesaksian kita pada kebenaran para rasul dan dari semua yang datang dari diri
mereka.
Intinya,
sebagai ummat nabi Muhammad SAW kita hidup di dunia ini untuk kesaksian bahwa
tiada tuhan selain Allah, mengakui dan meyakini bahwa Muhammad SAW sebagai
hamba dan utusan Allah, mengimani semua yang datang dari beliau, termasuk
tentang para nabi dan para rasul Allah yang terdahulu. Setiap tindakan dan amal
kita sudah seharusnya bersandar pada prinsip syahadat tauhid dan syahadat
rasul. Karena semua amal yang kita lakukan adalah derifasi dari pernyataan atas
keyakinan dan kesaksian tadi dan tidak berdiri sendiri melainkan diatasnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN